Rute Indonesia - Singapura Jadi Mimpi Buruk, Pengakuan Pilot
Rute Indonesia - Singapura Jadi Mimpi Buruk, Pengakuan Pilot |
Ekspodeday - Selain karena kondisi cuaca yang tidak stabil di langit Asia Tenggara yang membuat stres, para pilot juga dikhawatirkan dengan Sistem pengawasan lalu lintas udara (ATC) yang sudah ketinggalan zaman. Apalagi ditugasi menerbangkan pesawat rute Indonesia – Singapura. Salah satu buktinya adalah insiden AirAsia QZ8501 yang dinyatakan hilang sejak Minggu (28/12).
"Ada koridor-koridor penerbangan tertentu yang sudah kelewat menekan karena sibuknya lalu lintas terbang," kata seorang mantan pilot Singapore Airlines (SIA) yang berpengalaman selama satu dekade bersama maskapai Singapura ini.
"Salah satu dari koridor itu adalah pastinya rute Indonesia – Singapura yang dioperasikan oleh banyak perusahaan dan tipe pesawat dengan jenis ketinggian dan kecepatan berbeda-beda."
Para pilot menyebut situasi itu telah menghadirkan mimpi buruk bagi ATC-ATC di Asia Tenggara, khususnya di luar bandara-bandara supercanggih seperti Singapura.
"Karena maskapai-maskapai semakin berjubel, maka ATC menjadi lebih lama berkoordinasi dan dalam memberikan izin untuk hal-hal seperti permintaan menaikkan ketinggian terbang dan penghindaran cuaca (buruk)," kata mantan pilot SIA itu.
Ini bisa menjadi sangat genting bagi kawasan di mana kondisi cuaca bisa berubah dengan sangat cepat, saat angin kencang dan badai petir tropis menghadirkan tantangan berat yang mesti dihadapi para pilot setiap waktu.
Sirkumtansi di seputar jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501 belumlah diketahui, namun para penyelidik dan bos AirAsia Tony Fernandes sudah telanjur menyalahkan kondisi cuaca yang berubah cepat adalah faktor utama kecelakaan.
Asosiasi Maskapai Asia Pasifik (AAPA) mengatakan bulan lalu bahwa saat maskapai-maskapai ramai-ramai berinvetasi besar-besaran pada pesawat-pesawat hemat bahan bakar demi mengatasi meningkatnya beban operasional, ada keperihatinan yang terus meningkat mengenai perlunya juga berinvestasi pada infrastruktur terkait seperti terminal bandara, landas pacu dan layanan navigasi udara
"Ada koridor-koridor penerbangan tertentu yang sudah kelewat menekan karena sibuknya lalu lintas terbang," kata seorang mantan pilot Singapore Airlines (SIA) yang berpengalaman selama satu dekade bersama maskapai Singapura ini.
"Salah satu dari koridor itu adalah pastinya rute Indonesia – Singapura yang dioperasikan oleh banyak perusahaan dan tipe pesawat dengan jenis ketinggian dan kecepatan berbeda-beda."
Para pilot menyebut situasi itu telah menghadirkan mimpi buruk bagi ATC-ATC di Asia Tenggara, khususnya di luar bandara-bandara supercanggih seperti Singapura.
"Karena maskapai-maskapai semakin berjubel, maka ATC menjadi lebih lama berkoordinasi dan dalam memberikan izin untuk hal-hal seperti permintaan menaikkan ketinggian terbang dan penghindaran cuaca (buruk)," kata mantan pilot SIA itu.
Ini bisa menjadi sangat genting bagi kawasan di mana kondisi cuaca bisa berubah dengan sangat cepat, saat angin kencang dan badai petir tropis menghadirkan tantangan berat yang mesti dihadapi para pilot setiap waktu.
Sirkumtansi di seputar jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501 belumlah diketahui, namun para penyelidik dan bos AirAsia Tony Fernandes sudah telanjur menyalahkan kondisi cuaca yang berubah cepat adalah faktor utama kecelakaan.
Asosiasi Maskapai Asia Pasifik (AAPA) mengatakan bulan lalu bahwa saat maskapai-maskapai ramai-ramai berinvetasi besar-besaran pada pesawat-pesawat hemat bahan bakar demi mengatasi meningkatnya beban operasional, ada keperihatinan yang terus meningkat mengenai perlunya juga berinvestasi pada infrastruktur terkait seperti terminal bandara, landas pacu dan layanan navigasi udara
0 komentar
Ekspodeday adalah berita Ragam Kehidupan dan Inspirasi, Disini Anda bebas bertanya maupun mengutarakan ide, gagasan, opini secara bebas yang tentu tidak termasuk dalam koridor Sara. Dilarang keras titip Link / URL hidup maupun berupa tulisan atau mempromosikan produknya.